Rabu, 30 Mei 2018

Luka Yang Kau Ukir


Goresan luka kembali bersemayam di hatiku
Patah untuk kesekian kalinya
Kegagalan dalam fase ketidakpastian
Sakit karena ilusi yang kubuat sendiri
Ilusi yang menjebakku untuk selalu menjaga hatiku untukmu
Untuk orang yang tadinya menanamkan harapan dihatiku
Yang nyatanya kini kau telah bersama dengan dia
Dia yang kau pilih
Dia yang telah lama kau kenali
Ternyata kau masih meragukan cintaku
Dengan pembuktian apa lagi?
Agar kau percaya?
Tak kau lihat kah? Ketika kau sedang berbahagia bersamanya
Ada seseorang yang hancur hatinya
Dimana letak hatimu?
Atau mungkin kau tak punya hati?
Pergi begitu saja tanpa memberikan suatu kepastian
Kau munafik!
Membohongi dirimu sendiri…
Tak perlu kau mencoba untuk menyembunyikannya
Karena matamu tak bisa berbohong.
Mata itu nyata
Rasa itu ada
Aku pun merasakannya
Namun semua kini telah sirna
Perasaan ini berubah menjadi kelabu
Perasaan ini berubah menjadi sesuatu yang menyesakan dada
Dan juga perasaan ini sudah tak berarti lagi untuk di pertahankan.
Sakit rasanya ketika mempertahankan cinta untuk seseorang
Dan kenyataanya seseorang itu memilih cinta yang lain
Rasa sakit yang kurasakan ini tak sebanding
Tak sebanding dengan bagaimana caraku mempertahankanmu
Cukup jangan kau usik lagi kehidupanku
Jangan kau datang lagi
Biarlah waktu yang akan mengobati goresan luka ini
Goresan luka yang telah kau ukir di dalam hatiku.

Tiba Waktunya


                                 
Waktu demi waktu telah berlalu begitu cepat, hari demi hari telah di lewati bersama. Kenangan demi kenangan berlalu begitu cepat tak terasa sebentar lagi hari kelulusan akan tiba. Dimana semua siswa akan berpisah dan mungkin akan sulit untuk kembali berjumpa. Selamat datang di dunia mahasiswa, dimana hidup yang sesungguhnya akan dialami para lulusan yang akan melanjutkan ke perguran tinggi. Hari ini aku dan teman – teman berkumpul di aula, menanti pengumuman kelulusan. Tak lama kemudian pengumuman telah di pajang di papan pengumuman siswa. Semua siswa segera berhamburan mendatangi papan pengumuman. Para siswa dinyatakan lulus 100%. Sorak ria suara kebahagiaan mereka. Aku pun turut berbahagia dan tak terasa sebentar lagi perpisahan memang sudah ada di depan mata, bukan di ambang pintu lagi. Dari kejauhan aku melihat sosok cowok berparas manis yang memiliki senyum manis pula tersenyum kepadaku. Aku pun membalas senyumannya. Ya dia adalah Rafa. Cowok yang sudah genap 3 tahun ini singgah di hatiku dan ya masih begitu saja sampai saat ini. Sudah selama ini aku menunggunya untuk memberikan sebuah kepastian yang nyatanya tak kunjung datang sampai waktu perpisahan akan segera tiba. Annisa datang menghampiriku seraya berkata “Hai Delia! Akhirnya kita sudah lulus!” ucapnya padaku. Annisa adalah sahabatku sejak kelas 7 SMP dan sekaligus dia adalah teman sekelas Rafa. “Alhamdulillah Nis. Eh gimana si dia? Keterima SNMPTN kah?” tanyaku padanya. “Iya Del, Alhamdulillah dia keterima di IPB!” ucap Annisa seraya merangkulku. Mendengar semua itu aku pun turut bangga dan bahagia. “Alhamdulillah…” ucapku. “Eh ya udah ya aku mau balik ke kelas dulu nih see yaa!” ucap Annisa seraya melambaikan tangan padaku. Aku dan Annisa memang beda jurusan. Annisa dari kelas 12 IPA 3 sedangkan aku dari kelas 12 IPS 1. Perbedaan itu nggak membuat kita merasa berbeda kok masih sama aja hahaha. Pernah sih dia cerita kalau dia pengen masuk ke IPS tapi kenyataannya dia malah masuk di kelas IPA. Beda lagi sih sama aku yang dari SMP udah bercita – cita ingin masuk ke kelas IPS ketika SMA nanti. Dan keturutan hehe Alhamdulillah aja sih. Emang kemampuanku cenderung ke IPS. So? No problem lah.

Setelah kelulusan ini aku masih harus berjuang untuk menghadapi SBMPTN. Ya bisa dibilang aku nggak lolos seleksi SNMPTN. But it’s okay ini adalah awal dari perjuanganku jadi tetap semangat! Semoga bisa lolos di SBMPTN. Sedikit curhat sih banyak anak – anak dari kalangan IPA ketika di SBMPTN ngambil jurusan anak IPS alias SOSHUM. Suka bingung dan kesel! Ya tapi mau gimana lagi percaya aja deh sama Allah rejeki itu nggak kemana kok. Apapun yang udah di takdirkan untuk kita pasti bakal jadi milik kita. Mari kita bersaing secara damai ajalah. Walaupun hmm juju aja sih ya, kadang kesel dan nggak rela. Eh maaf jadi curhat nih wkwkwk. SEMANGAT TERUS PEJUANG SBMPTN! 
Malam pun tiba aku segera menuju kamar mengambil buku di rak dan mulai menyalakan lampu belajarku. “Nggak ada waktu buat main – main lagi! Sebentar lagi SBMPTN!” ucapku berkobar – kobar. Yap! Malam itu aku belajar materi dan mengerjakan soal – soal latihan. Tiba – tiba aku mendengar ketukan pintu kamarku, aku segara beranjak bangkit dari kursi dan menghampiri pintu. “Nduk sudah malam jangan belajar terus. Kamu juga butuh istirahat, jangan terlalu memforsir tenagamu nduk.” Ucap ibuku. Aku melihat jam dinding di kamarku dan tak terasa ternyata jam menunjukkan pukul 22.00 p.m “Iya Bu, Delia bereskan bukunya dan nanti segera tidur hehe.” Ucapku seraya memeluk wanita itu. Segera aku merapikan buku – buku belajarku tadi. Dan segera merebahkan tubuh di kasurku “Wahh capek sekali tubuhku ini!” ucapku seraya memejamkan mataku.

Alarm handphoneku bordering, aku segera membuka mataku yang sebenarnya masih mengantuk. Aku melihat jam dinding pukul 04.00 a.m. segera aku beranjak dari kasur dan menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Tak lama kemudian aku kembali lagi ke kamar untuk menunaikan sholat subuh. Setelah sholat subuh aku membuka layar handphoneku ku lihat ada beberapa pesan yang masuk. From : Rafa “Nanti bisa bicara sebentar kah?” melihat pesan itu aku pun sontak kaget dan segera membalasnya. Delia “Iya bisa kok.” Balasku singkat. “Tumben banget dia chat jam segini. Mau ngomongin apa ya kira – kira? Hm semoga aja nggak mengecewakan deh kali ini.” Ucapku seraya merapikan kasurku yang berantakan seperti kapal pecah ini hahaha. Ayam mulai berkokok pertanda matahari telak terbit dari ufuk segera aku bergegas mandi bersiap – siap untuk pergi ke sekolah. Hari ini agendanya yaitu gladi bersih sebelum perpisahan besok. Setelah mandi segera aku turun dan sarapan bersama keluargaku. “Delia ini Ibu sudah siapkan bekal buat kamu.” Ucap Ibu padaku. “Wah iya Ibu terimakasih banyak!” ucapku pada Ibu. “Gimana Nak? Persiapanmu untuk mengikuti ujian masuk PTN?” Tanya Ayahku. Aku tersenyum dan menjawab “Alhamdulillah Ayah InsyaAllah Delia sudah siap untuk tes.” Ucapku. Mendengar itu Ayah dan Ibu tersenyum. Jam dinding menunjukkan pukul 06.15 a.m segera aku berpamitan kepada kedua orangtuaku dan segera berangkat menuju ke sekolah. Sekitar 15 menit aku sampai di sekolah. Segera aku menuju ke kelasku, aku melihat teman – teman sudah ada di dalam kelas. “Eh Delia! Kemana aja sih? Tadi Rafa nyariin kamu loh!” ucap Natasha padaku. “Iya kah? Dia itu kebiasaan kayak gitu sih.” Ucapku. “Nggak papa Sha nanti aku chat aja. Thanks ya!” ucapku pada Natasha. Ting! Ting! Handphoneku bordering segera kuraihnya dan mengusap layar. Kulihat pesan dari Rafa. From : Rafa “Nanti aja ketemunya sepulang sekolah ya. Tadi aku udah ke kelasmu kata temanmu kamu belum datang.” Pftt Rafa oh Rafa gimana aku bisa tahu kalau dia akan menghampiriku di kelas? Bilang aja enggak. Menyebalkan sekali cowok ini! Tapi entahlah sampai saat ini hatiku masih untuknya seorang. “Dari siapa Del? Kayaknya kamu kesel banget deh” Tanya Sabrina teman sebangkuku. “Biasalah Brin. Rafa lagi lagi dia bikin kesel.” Ucapku seraya meletakkan handphoneku. “Dia ngabarin kamu? Ya syukur dong! Berarti dia itu bertanggung jawab.” Ucap Sabrina. Sontak aku berpikir benar juga yang dikatakan Sabrina barusan. Seharusnya aku nggak marah sih, hmm. “Iya juga sih ya? Hehe” ucapku seraya menggaruk kepalaku. “Teman – teman! Sekarang juga kita berkumpul di aula sekolah. Sebentar lagi gladi bersih akan dimulai!” ucap Dafa ketua kelasku.
          Akhirnya waktu yang di tunggu telah tiba. Aku duduk di depan kelas menunggu Rafa yang katanya ingin berbicara sesuatu kepadaku entah apa itu. Aku pun juga penasaran. Dari kejauhan kulihat Rafa berlari seraya melambaikan tangan kepadaku. “Delia! Maaf ya lama nunggu akunya.” Ucap Rafa. “Iya Raf, nggak papa kok lagian juga aku baru keluar kelas ini.” Ucapku padanya. “Ya udah kalau gitu kita ngomongnya di caffe depan sekolah aja ya? Disini mah suasananya kurang mendukung.” Ucap Rafa seraya menarik tanganku. Aku hanya tersipu dan tersenyum mendengar apa yang Rafa katakana. Aku semakin penasaran dia mau ngomong apa sih? Tak lama kemudian kita berdua telah sampai di caffe tersebut. “Del kamu mau pesen apa?” Tanya Rafa. “Aku nggak lapar Raf. Aku minum aja deh Matcha Latte” ucapku. “Oh oke, sebentar ya aku pesenin dulu.” Ucap Rafa seraya berlalu memesankan. Tak lama kemudian dia kembali dan duduk seraya menatap mataku dalam – dalam. “Del ada yang mau aku sampaikan ke kamu.” Ucapnya padaku. “Iya? Apa Raf? Bilang aja” ucapku padanya oh Tuhan hatiku berdegup kencang bahkan rasanya aku ingin meletus. “Jujur aja aku udah suka sama kamu lama dan baru kali ini aku berani mengungkapkannya. Jadi maafkan aku yang sudah terlalu lama menjadi pengecut di depan kamu Del.” Ucap Rafa kepadaku dia menggengam erat tanganku. “Akhirnya kamu mengatakan itu Raf, udah 3 tahun lamanya aku nungguin kamu. Dah ini jawaban yang aku harapkan selama ini.” Ucapku tersenyum pada Rafa. Hatiku lega mendengar semua itu rasanya bahagia. Ternyata penantianku selama ini tidak sia – sia. Syukurlah. Dan mulai hari itu kita berdua resmi berpacaran. Kami berfoto bersama dan mengunggahnya di insta story banyak sekali yang me-replynya.
“Akhirnya jadian juga sama doi. Selamat ya!”
“Ciee cieee cemewew baru nih wkakk”
“PJ WOYYY PJ ANJIR”
“Yah gw kalah start nih masih jomblo aja gw L
“Congrats! Langgeng ya buat kalian”
“So sweet dan cocok sekali!”
“Langgeng lur sampai ke pelaminan pokoknya mah”
Aku hanya tersenyum melihat pesan – pesan yang dikirim oleh teman – temanku. Hari ini adalah hari yang sudah lama ku nantikan dan akhirnya dia telah datang kepadaku mengungkapkannya kepadaku hari ini juga.

Minggu, 18 Februari 2018

Akhir Dari Sebuah Penantian

 Mentari pagi sedang sungkan memberikan kehangatan, kurasa dingin yang menusuk amat dalam hingga menusuk tulang bahkan menembus dinding jiwaku. Kau berjalan di belakangku (lagi) masih saja berusaha bersembunyi. Bukankah kau akan merasa lebih baik? Jika kau berjalan disampingku? Kau selalu saja begitu. Bungkam selalu bungkam, diam selalu diam. Siapa aku bagimu? Lihatlah aku tataplah mataku. Sesekali aku ingin menjadi mata indahmu agar aku dapat merasakan bagaimana kau melihatku ketika kita berdua saling menatap.
Mengapa sulit untuk mengucapkan sepatah kata pun? Sesulit itukah bagimu? Sesulit apapun kau mencoba untuk mengutarakannya. Lihatlah aku yang masih disini dan tetap disini dengan kesamaan. Apakah kau tak percaya? Apakah kau masih meragukan mataku? Sekali lagi lihatku senyumku. Apakah kau tak melihat ketulusannya? Lantas dengan cara apakah untuk meyakinkan dirimu? Sudah cukupkan saja. Buang semua keraguan itu dan datanglah padaku. Ungkapan nyata yang dapat merenggut jiwa.
Langkah kakiku membawaku menuju ruang kelasku yang nyatanya masih sepi tak ada satu pun temanku yang ada didalam. Dia yang berjalan di belakangku telah berlalu menuju ruang kelasnya. “Masih sama saja.” Ucapku lirih seraya meletakkan tasku. Aku terjebak dalam fase penantian yang tak kunjung berujung, tak kunjung terjawab hingga saat ini. Apa yang harus kupilih di posisiku yang seperti ini? Berjalan untuk maju tanpa kepastian atau mundur dengan sia – sia? Biarlah waktu yang akan menjawab ia mengerti aku tak akan selamanya seperti ini. Ku ambil secarik kertas dan kugoreskan tinta untuk mengisi kosongnya kertas itu
Cinta, bagaimana aku mendefinisikannya? ketika aku mulai menemukan secarik senyuman tulus dan matamu yang meneduhkanku­.
“Vania lagi nulis apa sih?” ucap seseorang yang tiba – tiba datang dari belakang dan ternyata itu Sarah temanku. “Ah nggak kok Sar, lagi iseng aja nulis – nulis hehe” ucapku seraya melipat kertas itu. “Oh gitu. Eh gimana kamu sama Verrel? Masih sama aja?” Tanya Sarah kepadaku. Pertanyaan Sarah bagaikan panah yang melesat hingga menusuk dinding jiwaku. Aku terdiam sejenak dan akhirnya menjawab pertanyaannya “Iya Sar. Aku nggak tau lagi harus dengan cara apa agar membuatnya yakin tentang perasaan ini.” Ucapku yang berusaha tegar menjawab pertanyaan itu. “Nggak semua lelaki itu dengan mudahnya menyatakan perasaannya Van, kamu harus tahu itu. Ucap Sarah yang berusaha menenangkanku. Aku hanya menatap kosong dan tak lama kemudian kelas pun menjadi riuh karena kehadiran teman – temanku yang lainnya. Bel masuk berbunyi pelajaran pun telah dimulai.
Jam telah menunjukkan pukul 15.30 bel berbunyi para siswa berhamburan keluar dari ruang kelas dan bergegas pulang. Aku segera merapihkan segala macam buku yang kubawa dan setelah itu kumasukkan kedalam tas. Temanku Sania telah menunggu di ambang pintu kelasku. Sania adalah sahabatku sejak SMP dan dia teman sekelas Verrel. Aku segera bergegas menemuinya “Van ada kabar baik!” ucap Sania yang sontak mengagetkanku dan membuatku penasaran. “Apa sih San?” tanyaku seraya mengambil kunci sepeda motor di dalam tasku. “Ini tentang Verrel.” Ucap Sania berbisik – bisik yang membuatku semakin penasaran. “Yang bener? Dia kenapa?” tanyaku lagi. “Jadi teman – temanku sekelas udah pada tahu tentang kamu dan dia!” Ucap Sania. “Kok bisa? Gimana ceritanya astaga!” tanyaku pada Sania. Dia hanya tertawa terbahak – bahak melihatku ekspresiku yang kaget mendengar kabar darinya. “Kamu ini sebenernya bahagia kan? Hahaha” ucap Sania. “Terus tanggapan Verrel sendiri gimana?” tanyaku pada Sania. “Dia responnya baik kok. Dia senyum terus malu gitu haha dasar” ucap Sania. “Gitu doang? Nggak bilang apa gitu? Ah dasar.” Ucapku dengan nada yang kecewa. “Sudahlah Van.. itu udah peningkatan!” ucap Sania seraya merangkul pundakku. “Iya juga sih. Ya udah yuk San pulang udah sore banget ini mah.” Ucapku pada Sania. Akhirnya kita berlalu menuju parkiran sepeda. Dan akhirnya pulang.
Jam menunjukkan pukul 21.00 aku duduk di meja belajarku selesai sudah tugas – tugasku dan tibalah saatnya rutinitasku usai belajar kugeroskan lagi tintaku goresan demi goresan pada buku diaryku.
Cinta, bagaimana aku mendefinisikannya? ketika aku mulai menemukan secarik senyuman tulus dan matamu yang meneduhkanku.
Kau munafik, kau bersembunyi di belakang bayangku dan hanya mengintip dalam kesendirianku.
Berbeda? Jelas.
Mata itu nyata, jadi janganlah kau bersembunyi. Senyum itu pancaranmu, jadi janganlah menghindari ketika mata dengan mata saling bertemu.
Kita adalah dua insan yang dipertemukan oleh kesempatan
Iya kesempatan yang telah diciptakan oleh-Nya. –25 April 2016

Kutitipkan rindu di sela malam berharap esok pagi kau ambil di sudut langit. Tak terasa hari sudah larut malam dan akhirnya aku pun terlelap.

Mentari pagi ini terik menyinari bumi ia tak sungkan memberikan kehangatannya. Aku berjalan hari ini dia yang berjalan di belakangku entah kemana perginya. Kulihat ke sekelilingku ku tak menemukan dirinya. Alhasil aku harus berjalan sendirian menuju ruang kelasku. Tepat di depan kelasku kulihat sesosok Verrel yang berdiri disana. Dan spontan saja dia menghampiriku “Van. Sudah saatnya aku meminta maaf.” Ucapnya padaku. Aku bingung dia minta maaf untuk apa? “Maksud kamu apa?” tanyaku. “Maaf selama ini telah lama membuatmu menunggu.” Ucapnya kepadaku. “Jadi sekarang?” tanyaku padanya lagi. “Sudah lama. Sejak pertama kali kita berjumpa aku merasa ada yang berbeda di antara kita. Walau kamu saat itu seperti tidak menghiraukanku.” Ucapnya lirih seraya menundukkan kepalanya. “Dan aku tak menyangka ternyata kamu juga menyimpan rasa untukku.” Ucapnya lagi. Aku tersenyum mendengar perkataan yang muncul dari mulutnya dia begitu tulus mengatakannya. “Terimakasih Verrel. Mendengar semua itu aku bahagia.” Ucapku kepadanya. Semenjak hari itu aku dan Verrel telah bersama. Di penghujung tahun ajaran kelas 12 ini kami menghabiskan waktu bersama sebelum akhirnya kita berpisah.

Senin, 19 Juni 2017

Metamorfosa Cinta


Kegagalan dalam fase cinta, dalam ketidakpastian ya
ng berakhir dusta. Aku  telah karam bagaikan kapal di terpa badai laut yang akhirnya goyah.
Ketika detik,menit,jam seakan terhenti oleh kehadirannya.
Bagaikan mengenggam tanganku saatku mulai terjatuh
Cinta, bagaimana aku mendefinisikannya? ketika aku mulai menemukan secarik senyuman tulus dan matamu yang meneduhkanku.
Kau munafik, kau bersembunyi di belakang bayangku dan hanya mengintip dalam kesendirianku.
Berbeda? Jelas.
Mata itu nyata, jadi janganlah kau bersembunyi. Senyum itu pancaranmu, jadi janganlah menghindari ketika mata dengan mata saling bertemu.
Kita adalah dua insan yang dipertemukan oleh kesempatan
Iya kesempatan yang telah diciptakan oleh-Nya.
Kau tahu yang paling menenangkan jiwa dan ragaku ketika melihatmu melakukan ketaan pada Illahi Rabbi adalah pemandangan terindah yang dapat kusaksikan.
Sampai waktu yang menjawab, bahkan orang lain pun dapat memahami makna yang tersirat antara kau dan aku.
Sampai detik yang kesekian perasaan ini tak pernah memudar setitikpun.
Aku tak melihat dari apapun yang kau punya, kepribadianmu menjadikannya cinta.
Khawatir. Jika kau bertanya Mengapa harus khawatir? Jawabannya aku kembalikan kepadamu.
Bagaimana sanggup memendam rasa setelah berjalannya waktu yang tidaklah singkat ini?
Egomu bisa saja mengalahkan segalanya.  Apakah kau tak merasa khawatir jika segalanya berubah dan akan ada yang membuatku lebih bahagia?
Doa baikku selalu untukmu.
Semoga langkah – langkah baikmu selalu dalam Ridha Allah Ta’ala.
Mari saling menjaga tiap – tiap hati.
Agar pertemuan yang telah di restui oleh alam semesta itu akan terasa manis pada akhirnya.


                                                                                                Since April’16

Sabtu, 01 November 2014

Cinta Datang Terlambat



   




 Hari ini aku bangun pagi sekali, karena ada jadwal piket. Segera aku merapihkan jilbabku dan
aku turun ke lantai bawah dan makan bersama nenek. Ya, ayahku sedang bekerja di luar kota jadi aku hanya makan bersama nenek hari ini. “Pagi nek!” sapaku pada nenek. “Pagi Fia.. ayo ini makan nenek sudah siapkan makanan kesukaan kamu” ucap nenek padaku. Tak ku sangka nenek membuatkanku rica-rica ayam dan itu makanan favoritku! “Wow nenek terimakasih nek!” seruku. Nenek hanya tersenyum melihatku makan lahap. Tiba-tiba terdengar suara TIINNN...TINNN....TINNNN...! ya itu pertanda Caca sahabatku sudah di depan menungguku. Kami biasa berangkat bersama. “Wah nek! Caca udah nunggu di luar nih, Fia berangkat sekolah dulu ya nek.” Pamitku pada nenek. “Iya, hati – hati ya cu..” ucap nenek. Aku segera mencium tangan nenek”Assalamu’alaikum nek..”  
     Ku lihat gadis berjilbab yang sudah di depan rumahku dia tersenyum manis padaku seraya berkata”Pagi Fia!” aku tersenyum membalas senyumnya”Pagi juga Caca..” aku segera menduduki jok sepeda motor Caca. “Udah siap Fi?”tanya Caca padaku. “Udah donggss Ca yuk gaspool” ucapku dengan tertawa. Caca adalah sahabatku sejak SD sampai SMP dan sebentar lagi SMA, jadi jangan heran kalau kita sangat akrab.
     Sekitar 25 menit kemudian kami sudah sampai di sekolah tercinta kami yaitu Global Islamic School. “Tunggu aku ya Fi, aku mau parkirin motor dulu” ucap Caca. “Siapp deh bos!” ucapku seraya hormat pada Caca. Caca hanya tertawa sejenak dan berlalu memparkirkan motornya. “Hai! Fi!” ucap seseorang di belakangku. “Ya?” segera ku balikkan posisi tubuhku dan ternyata Ryan. Emm.. ya dia juga temenku dari SD tapi dia tak se-spesial Caca. “Eh Ryan, iya hai juga ada apa? Tumben manggil aku.” Tanyaku bingung. “Hahaha.. nggak apa-apa aku cuman pengen nyapa aja kok. Nggak boleh ya?”tanyanya meledek. Aku hanya tertawa melihat kekocakannya. “Ehemm ciee acaranya reunian aku nggak di ajak-ajak!” ucap Caca yang tiba-tiba nyelonong. “Hahaha apaan sih Ca, kita cuman ngobrol doang kok hehehe..” ucap Ryan. “Iya tuh bener Ca, ceritanya kita nggak sengaja ketemu di sini lagian kita juga jarang ketemu bukan?” ucapku dan membuat Ryan ke-PD an”Wah dalam arti lain kamu kangen aku ya? Kalau gitu aku bakal ngajak ngobrol kamu deh Fi! Heheheh” ucapnya terkekeh. “Ciiee cieee hahahaha.. jangan bilang kalau kalian berdua ada rasa :p” ucap Caca meledek. “Kalau aku sih nggak tau deh kelanjutannya haha ada rasa apa nggak.” Ucap Ryan seraya tersenyum padaku. “Ya Allah udah deh please! Eh Ca! Aduh aku kan ada jadwal piket duh malah ngobrol di sini-_-“ ucapku mengalihkan pembicaraan. “Astaghfirullah.. aku juga lupa Fi! Ya udah deh Yan kita mau ke kelas duluan ya!” ucap Caca segera menarik tanganku dan ku lihat Ryan yang tersenyum dan masih berdiri di tempat itu.
     Fyuhh akhirnya selesai juga Ca.” Ucapku pada Caca yang sedang asyik mengotak-atik laptopnya. “Hahaha iya Fi, udah sini aku kasih tau sesuatu.” Ucap Caca yang berhasil membuatku penasaran. “Apa Ca?”tanyaku penasaran dan dia menunjukkan sebuah kata-kata yang tertulis adalahAku nggak mau terlambat lagi dan aku nggak mau kehilangan lagi.” Dan dalam benakku aku jadi teringat Ryan. “Aduh trenyuh banget deh.” Ucapku dengan nada terharu. “Hmm.. pas banget kaya kamu sama Ryan hahaha jangan sampai kamu nyesel kehilangan dia suatu saat aku tau kok kamu suka kan sama dia kamu nggak usah nutupin perasaan kamu Fi?” ucap Caca. “Iya Ca, aku suka sih tapi aku nggak tau Ryan suka aku apa nggak inikah rasanya cinta datang terlambat?” tanyaku pada Caca. “Hmm mungkin Fi, kalau menurut aku sih dia suka sama kamu! Kita lihat aja deh perkembangannya.” Ucap Caca padaku. Aku tersenyum pada Caca dan berkata”Iya Ca, makasih ya sarannya.” Ucapku padanya. Caca tersenyum dan menepuk pundakku”Iya sobat sama – sama.” Bel masuk berbunyi segera aku mengambil Al-Qur’an dan mengaji bersama di kelas. Ya, di sekolahku memang sudah biasa mengaji terlebih dahulu sebelum kegiatan pembelajaran dimulai.
     Bel istirahat berbunyi Bu Astrid segera menutup pembelajaran
Matematika hari ini. “Baiklah anak-anak selamat pagi. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh”Ucap Bu Astrid. “Pagi bu.. Walaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh” Ucap anak – anak kelasku. Teman – temanku segera keluar dari kelas. Seperti biasa aku mengajak Caca duduk di depan kelas. Ya hari ini kami berdua puasa, haha ini juga sudah kebiasaan kami puasa Senin-Kamis. “Eh Ca kamu ambil laptop kamu aja, browsing apa gitu kek.” Ucapku pada Caca, Caca segera masuk kelas mengambil laptop. “Buka apa ya? Emmmm...” ucap Caca bingung. “Aha! Buka Facebook Ryan aja deh siapa tau dia buat kode hahaha.” Ucap Caca tertawa. “Heuh -_- Caca kebiasaan stlak Facebook orang.” Ucapku. “Huahahahaa aku kan STALKER handal :p” ucap Caca dengan PD. “Hahhaha PD banget ngomongnya.” Ucapku meledeknya. “Eh Fi! Dia buat status kode keras banget!” Ucap Caca padaku. “Apa emangnya?” tanyaku. “Sepertinya aku baru tau rasanya CINTA DATANG TERLAMBAT.” Ucap Caca membacakan status yang di posting Ryan. Mendengar itu hatiku berdegup kencang, benarkah Ryan juga mencintaiku? “Itu asli Ca? mana coba aku liat!” pintaku pada Caca. “Astaga masih nggak percaya, ini nih liat aja sendiri” Ucapnya seraya menyerahkan laptopnya padaku dan ternyata memang benar apa yang di katakan Caca tadi. Ya Allah sungguh aku tak percaya. “Ciee yang hatinya berbunga – bunga wkwkwkwk” ledek Caca. “Apaan sih enggak hehe tapi iya sih..” ucapku seraya tersenyum malu.
     “Makasih ya Ca! jangan lupa besok jemput lagi ya! Hehehe” ucapku pada Caca. “Sip deh Fi, ya udah aku pulang dulu ya Fia cantik”ucapnya. “Hahaha iya makasih Caca cantik bye!” ucapku seraya melambaikan tangan dan melihat Caca berlalu. Aku segera masuk ke rumah dan ku lihat rumahku sepi, dimana nenek? Tak biasanya nenek tidak menyapaku. “Assalamu’alaikum.. nek Fia pulang.” Ucapku. Aku beranjak ke dapur,ruang makan,ruang tamu sampai kamar nenek pun tak ada. “Iya yang itu Gus! Tolong di potong ya pisangnya.” Kudengar suara nenek di belakang rumah ku dengar nenek memanggil nama ayah. Aku bergegas ke belakang rumah. Dan apa yang ku pikirkan benar, ayah sudah pulang ke rumah dan sedang membantu nenek. “Ayah udah pulang?”tanyaku gembira padanya. “Iya nak, ayah sudah pulang” ucapnya tersenyum dan memelukku. “Aku kangen banget sama ayah,ayah kangen aku nggak?” ucapku seraya mengeluarkan air mata. “Tentu sayang, ayah juga kangen sama anak ayah ini.” Ucap ayah.
Sudah jangan menangis ya, oh iya ayah punya hadiah buat kamu!” ucap ayah tersenyum. “Benarkah ayah? Apa itu?” tanyaku. Ayah mengeluarkan bingkisan yang ternyata berisi smartphone IOS. “Ya Allah ayah itu buat Fia?”tanyaku. “Iya sayang, karena selama ayah pergi kamu selalu bantuin nenek kan?” ucap ayah. “Iya yah terimakasih ya ayah!” ucapku bahagia. Segera aku lari ke kamar untuk ganti pakaian dan aku otak-atik smartphone baru pemberian ayah. “Wow baru kali ini punya I-phone kaya gini. Makasih ya Allah..”  ucap syukurku. Aku segera membuka facebook, barang kali kalau Ryan mengirimi aku pesan. Dan benar dugaanku. Hai Fi! Besok aku mau ngomong sesuatu sama kamu. Aku tunggu di taman sekolah ya!” Deg! Jantungku berdegup sangat kencang kali ini. Ada apa tiba-tiba ia berkata seperti itu? “Iya, aku akan menemuimu besok.”aku membalas pesannya.
Fyuhh ada apa? Sih -_- mau ngomong apa coba?” tanyaku pada diriku sendiri.

     Pagi ini aku agak malu ke sekolah ya karena hari ini aku akan
Ketemuan sama Ryan. “Pagi Fi!” sapa Caca. “Pagi juga Ca,eh aku mau sekolah kok malu banget L keluhku pada Caca. “Emangnya malu kenapa? Masuk sekolah kok malu haha ada-ada aja!”ucap Caca. “Aduh gini kemarin Ryan inbox aku di Facebook katanya dia mau bicara sesuatu sama aku hari ini juga di taman sekolah.”ucapku menjelaskan panjang lebar. “Oh My God! Serius? Aaa selamat!” ucap Caca bahagia. “Eitss tunggu dulu selamat buat apa coba?” tanyaku. “Aduh Fi! Itu tandanya Ryan mau menyatakan cintanya padamu hehe” ucap Caca yang sok puitis. “Alah, belum apa – apa juga udah ngasal memprediksi aja, udah yuk berangkat!” ucapku padanya.
     Sesampai di sekolah aku benar-benar gugup, dan tiba-tiba
Caca berkata”Sukses ya! Awas lo jangan di tolak hahaha” ucap Caca. Aku hanya tersenyum dan segera menuju taman sekolah. Ku lihat Ryan duduk di sana. Melihat  kedatanganku ia tersenyum simpul padaku. “Alhamdulillah kamu tepati janji kamu Fi..” ucap Ryan. “Iya syukran Ryan.. oh iya mau bicara apa ya?” Tanyaku penasaran. “Emm.. aku mau bilang kalau aku..ee..aku itu..” ucap Ryan terbata-bata membuat jantungku semakin berdebar-debar. “Iya, kamu kenapa?” Tanyaku.
“Ak..aku suka sama kamu,mungkin ini sudah terlambat aku nyatain cintaku padamu Fi.. tapi aku udah nggak mau semakin terlambat dan akhirnya kehilangan kamu..” ucap Ryan yang akhirnya menyatakan perasaannya. “Begitu pun denganku Ryan, aku juga sudah lama memendam rasa ini. Ya.. mungkin ini yang namanya cinta datang terlambat ucapku. “Jadi? Kamu juga punya perasaan yang sama? Berarti kita..?” tanya Ryan dengan girang. “Iyaa Ryan..” ucapku tersenyum malu padanya.Aku harap Ryan adalah bukan cinta pertama,kedua, atau ketiga melainkan cinta terakhirku. Semoga saja, Amin Ya Rabbal ‘alamin..
Karya : Cantika Ulya Luthfiatur Rohmah

Minggu, 27 Juli 2014

Ketika Harus Memilih




Allahuakbar..allahuakbar! suara adzan telah berkumandang. Aku segera bangkit dari tidurku seraya membangunkan Fiani sahabatku yang masih tertidur pulas. “Fi, ayo bangun. Udah subuh nih! Ntar telat sholat jamaah lho di marahin pak Ustadz mau kamu?” ucapku berusaha membangunkannya. “Hmm, udah subuh ya Tik?” ucap Fiani yang mulai bangkit dari kasur. “Iya udah yuk kita cuci muka terus wudhu.” Ajakku. Fiani mengangguk dan mengikuti langkahku menuju tempat berwudhu. Segera kami berlari menuju masjid, ternyata banyak santri dan santriwati yang sudah berada di masjid. “Assalamu’alaikum warrahmatullah..” pertanda sholat subuh berjamaah telah usai. Tak lupa aku berdo’a untuk keselamatanku dan orang tuaku. “Amin..” ucapku.
Setelah selesai sholat aku dan Fiani segera bergegas ke kamar untuk merapihkan kasur karena tadi belum sempat merapihkannya. “Nah, gini kan udah rapi!” ucap Fiani tersenyum puas. “Iya dong, kita gitu loh” ucapku tersenyum padanya. Setelah itu segera mandi dan langsung ke dapur untuk membantu Mbak Sinta yang bertugas menyiapkan makanan untuk para santri dan santriwati, Kulihat wanita cantik berkerudung warna ungu dengan mata yang bulat bening tersenyum manis melihat kedatanganku dan Fiani. “Assalamu’alaikum, mbak Sinta!” sapaku dan Fiani. “Walaikumsalam Santika dan Fiani, kalian tadi kemana aja?” tanya wanita itu seraya memberikan pisau kepada kami. “Heheheh iya mbak, tadi masih beresin kamar dulu.” Ucapku tertawa kecil. “Oh gitu ya sudah kalian bantu mbak ya potong sayur kangkung.” Suruhnya padaku dan Fiani. “Siapp mbak Sinta!” ucapku dan Fiani, kami bergegas memotong kangkung – kangkung tersebut. Setengah jam kemudian semua makanan telah siap di hidangkan. “Akhirnya selesai juga, makasih ya berkat kalian berdua masakannya lebih cepat matangnya.” Ucap Mbak Sinta seraya tersenyum dan mencubit pipiku dan Fiani. “Iya mbak sama – sama hehehe” ucap kami berdua.
Tak lama kemudian para santri dan santriwati bergegas menuju dapur untuk mengambil makanan. Salah satu santri berkata”Hmm.. makanannya enak nih pantesan aja yang masak aja cantik hehehe” ucap Naufal  padaku salah satu santri di Pondok Pesantren Nurul Jabbar. “Hahaha, Naufal mulai deh yaa.” Celutuk Fiani yang tiba – tiba datang dari belakang. “Hahaha, emang iya kok Santika kan emang cantik,manis,baik hati. Nggak kayak kamu Fi. Upss hehe” ucap Naufal terkekeh. “Yee, gini – gini juga aku punya fans tau.” Ucap Fiani mengerucutkan bibirnya. “Hahaha, maaf deh maaf bercanda.” Ucap Naufal menepuk pundak Fiani. “Weyy bukan mukhrim!” ucap Fiani menepis tangan Naufal. “Ya mangap! Eh maaf maksudnya hehehe.” Ucap Naufal mencoba membuat lelucon. “Nggak lucu Fal!” pekik Fiani. “Ini ceritanya lagi main drama ya?” tanyaku sinis. “Oh iya ya lupa nih hehe maaf mbak Santika.” Ucap Naufal cengar – cengir. “Iya – iya Naufal udah sana cepetan makan!” suruhku. Naufal tersenyum dan pergi meninggalkan aku dan Fiani. “Kenapa nggak kamu terima aja sih? Kasian tuh kamu PHP terus?” ucap Fiani. “Haduh! Apaan sih kamu Fi? Aku nggak PHP dia ya.” Ucapku sambil mencubit pipi Fiani. “Aduh! Sakit maaf – maaf hehe” rengek Fiani padaku. “Makannya jangan ngatain aku Fi.” Ucapku seraya melepaskan cubitanku. Ya, Naufal sudah lama menyukaiku. Sempat dia mengatakan perasaannya padaku namun aku belum bisa menjawabnya, mungkin karena itu Fiani berkata bahwa aku pemberi harapan palsu alias PHP.
Tak lama kemudian datanglah seseorang memakai baju koko berwarna ungu seraya mengambil makanan yang sudah tersedia tersenyum manis padaku. “Ini kamu yang masak?” tanyanya padaku. “Iya tapi Mbak Sinta dan Fiani juga bantu masak.” Ucapku tersenyum padanya. “Oh ya, kamu hari ini cantik sekali. Subhanallah” Ucapnya seraya memandang wajahku. “Syukran Alhamdulillah terimakasih Iqbaal.” Ucapku sedikit malu karena di puji oleh seseorang yang aku cintai. Iqbaal hanya tersenyum dan langsung meninggalkanku setelah mengambil makanan. “Ahemm.. ada yang lagi nge-fly di puji sama Iqbaal nih.” Ucap Fiani mengejekku. “Enggak kok biasa aja.” Ucapku dengan cuek. Ya, Iqbaal adalah santri yang banyak di sukai oleh santriwati di Pesantren ini. Dia baik,sholeh,tampan,pekerja keras. Tak perlu heran jika aku menyukainya.
Malam ini ada ceramah di masjid, Ustadz Jefry menjelaskan tentang cinta.Cinta bisa jadi merupakan kata yang paling banyak dibicarakan manusia. Setiap orang memiliki rasa cinta yang bisa diaplikasikan pada banyak hal. Wanita, harta, anak, kendaraan, rumah dan berbagai kenikmatan dunia lainnya merupakan sasaran utama cinta dari kebanyakan manusia. Cinta yang paling tinggi dan mulia adalah cinta seorang hamba kepada Rabb-nya.
Kita sering mendengar kata yang terdiri dari lima huruf: CINTA. Setiap orang bahkan telah merasakannya, namun sulit untuk mendefinisikannya. Terlebih untuk mengetahui hakikatnya. Berdasarkan hal itu, seseorang dengan gampang bisa keluar dari jeratan hukum syariat ketika bendera cinta diangkat.”
Ucap Ustadz Jefry menjelaskan.

“Sekian ceramah kita pada malam hari ini, Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.” Ucap Ustadz Jefry. “Walaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.” Ucap para santri dan santriwati membalas salam dari Ustadz Jefry. Para santri dan santriwati berhamburan dan bergegegas ke kamar masing – masing. Tiba – tiba seseorang memanggilku dari belakang. “Santika..” ucapnya. Segera ku balikkan posisi tubuhku ke arah belakang. Ternyata Naufal “Ada apa Fal?” Tanyaku. Naufal tersenyum dan berkata”Nggak apa – apa, kamu mau langsung tidur?” tanyanya. “Ya iyalah! Masak mau main -_- ada – ada aja kamu.” Ucapku sedikit cuek. “Hahaha maaf deh.” Ucapnya terkekeh. Naufal memang baik,humoris,sholeh, dan manis. Namun, sampai sekarang ini aku tak bisa mencintai dia. Walau dia sudah rela melakukan apapun demi aku. Tak lama kemudian Fiani datang”Heh! Udah malam juga masih berduaan. Udah deh Fal kamu cepetan pergi ke kamar deh ngapain sih gangguin Santika mulu.” Ucap Fiani dengan nada kesal. “Ye sirik aja hahaha, Ok aku duluan ya Tik.” Ucapnya tersenyum meninggalkan aku dan Fiani. Aku hanya tersenyum melihat tingkah laku Naufal yang semakin hari membuatku kesal. “Maaf kalian kok masih di sini?” Ucap seseorang dari belakang, ternyata Iqbaal. “Iya Baal tadi masih nungguin Fiani tadi ke kamar kecil.” Ucapku tersenyum manis pada Iqbaal. “Oh ya? Ya sudah sebaiknya kalian berdua segera tidur ini sudah larut malam, saya permisi dulu. Assaalamu’alaikum.” Ucap Iqbaal tersenyum manis membalas senyumanku. “Walaikumsalam...” Ucapku seraya memandang Iqbaal yang berjalan menjauh. “Subhanallah indah banget ya makhluk ciptaan Allah SWT yang satu itu.” Ucap Fiani. Halah, ayo – ayo.” Ucapku seraya menarik tangan Fiani.
Pagi ini setelah sholat subuh aku tidak bisa membantu Mbak Santi menyiapkan makanan, tiba – tiba saja aku tak enak badan aku hanya duduk di taman dekat masjid. “Kamu nggak apa – apa kan? Aku tinggal?” Tanya Fiani padaku dengan mimik wajah khawatir. “Iya, nggak apa – apa kok.” Ucapku tersenyum padanya. Aku membiarkan Fiani membantu Mbak Sinta. Aku merasa tak enak jika aku melarang Fiani membantunya karena Mbak Sinta pasti sudah mengharapkan kedatangan kami berdua. “Tumben nggak bantuin Mbak Sinta?” tanya Iqbaal yang tiba-tiba datang dan langsung duduk di sebelahku, namun dia menjaga jarak duduknya. “Iya aku lagi nggak enak badan ini.” Ucapku dengan suara yang sedikit serak. “Oh iya, eh kamu sudah punya cowok belum?” Tanyanya padaku. “Belum kenapa Baal?” Tanyaku balik. Aneh mengapa Iqbaal bertanya seperti itu padaku. “Emm.. maaf sebelumnya, aku suka sama kamu. Mau kah kamu menjadi kekasihku?” tanya Iqbaal dengan penuh harapan. “A..a..apa?” tanyaku kaget memandang wajah tampan Iqbaal, Sungguh tak di sangka cowok yang selama ini aku cintai ternyata juga memiliki perasaan yang sama padaku. “Kenapa kok kaget begitu?” tanyanya padaku. Aku segera memutar bola mataku dan menundukkan kepala. “Maaf, aku belum bisa menjawabnya.” Ucapku lirih. Kedua kalinya aku belum bisa menjawab pertanyaan dari seseorang cowok. Aku masih bingung dan masih ada Naufal yang sudah lama menungguku. “Oh ya sudah kalau begitu, aku harap kamu mau menerima tawaranku itu Santika. Aku sudah lama menyukaimu tapi aku baru berani menyatakan perasaanku itu sekarang. Aku takut kamu akan menolakku” Ucapnya dengan menyesal. Aku hanya terdiam dan membisu, aku harus bisa memilih antara Naufal dan Iqbaal.
“Astaga? Apa? Kamu di dor – dor sama Iqbaal?” Ucap Fiani tak percaya. “Iya, idih lebay banget sih.” Ucapku mengerucutkan bibirku. “Hahaha, iya deh. Aku akui kamu memang cantik dan baik nggak salah Iqbaal milih kamu.” Ucapnya seraya mengelus pundakku. “Aduh iya, makasih deh. Eh serius nih aku harus pilih siapa di antara Naufal dan Iqbaal?” Tanyaku bingung mondar – mandir kesana – kemari. Fiani bengong melihat tingkah lakuku yang mungkin menurutnya aneh. “Heh? Di tanya kok diem wae to?” Pekikku. “Abisnya kamu sih mondar – mandir terus dari tadi aku kan jadi bingung, mendingan kamu ikuti kata hati kamu aja deh Tik. Pilih yang menurut kamu bisa menjaga perasaan kamu dan bisa menghormati kamu sebagai wanita.” Tutur Fiani padaku. Aku tersenyum dan menghampiri seraya memeluk teman baikku itu. “Makasih banyak ya sarannya” ucapku lembut. Fiani hanya tersenyum dan membalas pelukkanku. “Aku akan memilih Naufal ya karena dia yang pertama kali menyatakan cinta padaku. Itu mengartikan bahwa Naufal adalah cowok pemberani dan mau menanggung resiko. Sedangkan Iqbaal? Sesosok yang selama ini aku cintai baru menyatakan perasaannya setelah sekian lama ia memendam rasa padaku? Ya, aku akan memilih Naufal.” Ucapku dalam hati.
Sore ini aku akan bertemu dengan mereka berdua untuk menentukan pilihanku. Fiani sudah memberi tau mereka berdua. “Udah siap! Mereka nunggu kamu di taman deket masjid. Aku harap kamu dapat menentukan pilihanmu dengan benar ya.” Ucap Fiani memelukku sekilas. Aku tersenyum dan mengangguk. Segera aku bergegas menuju taman dan mataku tertuju oleh Naufal dan Iqbaal. Mereka berdandan sangat rapi memakai baju koko. Mereka tersenyum padaku. “Maaf ya udah nunggu lama.” Ucapku lirih. “Nggak apa – apa kok.” Ucap mereka serentak. “Jadi kamu pilih siapa diantara kita berdua?” Tanya Naufal padaku. “Iya. Siapa yang kamu pilih?” Tanya Iqbaal kemudian. Ya Allah aku sangat bingung dan aku kurang yakin dengan pilihanku tadi. Aku hanya terdiam dan menundukkan kepalaku. Beberapa menit kemudian aku berkata”Aku harap kalian bisa menerima keputusanku ini ya.” Ucapku lembut. Mereka mengangguk dan menatapku dengan penuh harapan. “Bismillah.. aku akan memilih Naufal. Maaf ya Iqbaal.” Ucapku memandang Iqbaal. “Iya nggak apa – apa kok, mungkin aku belum beruntung untuk mendapatkan gadis sesempurna kamu.” Ucap Iqbaal seraya tersenyum padaku menyembunyikan kekecewaannya kepadaku. “Ya Allah maafkan hamba telah membuat Iqbaal kecewa karena keputusanku. Berikanlah dia kekasih yang ia harapkan yang lebih baik daripada aku.” Do’aku dalam hati kecilku. Tanpa basa – basi Iqbaal pergi meninggalkanku bersama Naufal. “Makasih ya, kamu udah pilih aku. Aku janji akan bahagiakan kamu. Aku akan setia sama kamu.” Ucap Naufal memberikan janji manis padaku. “Yakin? Mau setia sama aku?” Tanyaku yang sedikit mengejeknya. “Ya iya lah.. aku bakal setia sama kamu kalau perlu sampai ke jenjang pernikahan. Hehehe..” Ucapnya seraya tersenyum padaku. “Naufal mulai kan -_- belum apa – apa juga.” Ucapku seraya mengembungkan pipiku. “Bidadariku semakin kamu marah semakin kamu cantik loh.” Ucapnya menggombaliku. Aku hanya tertawa lepas mendengar gombalan Naufal yang membuatku geli. Seketika aku teringat Iqbaal, aku merasa bersalah telah menyakiti perasaannya. Ya Allah semoga saja Iqbaal tidak akan membenciku. Amin..


Karya : Cantika Ulya Luthfiatur Rohmah

Sabtu, 26 Juli 2014

Belajar Mencintaimu



                 

Matahari mulai terbit dari ufuk timur, tanda aku harus segera bersiap – siap untuk bergegas berangkat kuliah. “Nia, yuk cepetan. Udah jam 06.00 nih, ntar kita telat lagi.” Ajakku pada Shania. Shania menjawab dengan santai”Masya’allah apaan sih masih jam segini juga. Iya deh huffttt.” Ucapnya. Ya, Shania adalah teman satu kampusku sekaligus dia satu kamar kos denganku.
Seperti biasa kami menunggu bus transjakarta di tempat pemberhentian bus transjakarta. Lima menit kemudian bus transjakarta sudah datang, banyak sekali penumpangnya padahal masih sangat pagi. “Tuh Nia, jam segini aja udah kaya gini” celutukku. Shania hanya tersenyum simpul kepadaku. Bus melaju begitu cepat dan tak terasa sampailah di Universitas Indonesia(UI) itulah tempatku menuntut ilmu selama 4 semester ini.
Ketika hendak turun aku terjatuh dan Shania berteriak”Zahra Awas!!” teriaknya. Tiba-tiba saja ada yang seseorang yang kebetulan melintas dan aku secara refleks terjatuh di pelukannya. Mataku membulat, menatap cowok berambut pirang dan berkulit putih bersih itu. “Kamu nggak apa – apa?” tanyanya padaku. Aku segera berdiri dan berkata”Nggak apa-apa kok, makasih ya.” Ucapku agak sedikit malu. Yah.. maklum saja, baru kali ini aku mengalami kejadian ini. Cowok itu tersenyum manis dan berkata”Sama-sama, oh ya perkenalkan aku Ramadhan dan kamu?”ucapnya seraya mengulurkan tangan. “Aku Zahra dan ini Shania sahabat aku.” Ucapku membalas uluran tangan cowok itu. “Hai, aku Shania.” ucap Shania yang dari tadi masih menungguku. “Oh, iya salam kenal ya.” Ucap Ramadhan. Aku tersenyum dan berkata”Iya, eh kita duluan ya Dhan.” Ucapku dengan lembut. “Iya silahkan.. Ra” ucap Ramadhan tersenyum. Aku dan Shania segera menuju kelas.
Kami berdua menelusuri koridor kampus, tiba-tiba saja Shania menyenggolku dan berkata”Ciee..ciee yang tadi kenalan sama cowok ganteng ciee...” ucapnya mengejek. Aku mengembungkan pipiku dan berkata”Dih, apaan sih Nia! Biasa aja kok.”ucapku. Kami bergegas memasuki kelas berharap dosen belum datang karena kejadian tadi yang menghambat.
Waktu jam istirahat pun telah tiba, Aku dan Shania bergegas menuju kantin. “Ra, cepetan dong!” ucap Shania seraya menarik tanganku. Aku hanya tersenyum melihat tingkah laku sahabatku itu, aku paham dia sudah sangat lapar. Segera aku mencari tempat duduk dan Shania memesan makanan. “Assalamu’alaikum..” ucap seseorang cowok yang sempat mengkagetkanku yang sedang melamun. “Wa..wa..walaikumsalam..” ucapku terbata-bata membalas salam itu. Tak di sangka Ramadhan cowok yang telah menolongku tadi. “Kamu?” ucapku. Ramadhan tersenyum manis dan berkata”Iya, ini aku Ramadhan.” Ucapnya. Aku membalas senyumannya dan berkata”Oh, hehehe iya. Kamu mau pesan makanan juga?”tanyaku padanya. Ia berkata”Iya ini, kamu juga? Nunggu siapa?”tanyanya.
Aku berkata”Ini lagi nungguin Shania dia lagi pesan makanan tuh disana.” Ucapku sambil menunjukkannya. Aku kaget Shania sudah tak ada di sana lalu kemana dia? “Nunjukin siapa Zahra?” ucap seseorang. “Eh Shania, udah di sini aja?” ucapku kaget melihat Shania yang tiba – tiba berada di belakangku. Ramadhan terkekeh melihat kami berdua. “Eh, Dhan. Gabung sama kita aja makan di sini!” ajak Shania. “Hahaha, nggak usah nanti aku ganggu kenyamanan kalian berdua.” Ucapnya dengan tatapan yang teduh. “Enggak kok Dhan, biasa aja kali sama kita! Lagian kan kita udah saling kenal.” Ucap Shania. “Hm.. tapi Zahra setuju nggak nih? Dari tadi diem aja.” Tanya Ramadhan. Aku berkata”Setuju kok.” Ucapku spontan.
Ya udah aku pesan makanan dulu ya!” ucap Ramadhan dan berlari memesan makanan.
Malam ini malam minggu seperti biasanya kami memasak makanan yang tidak biasanya kita makan setiap hari, yup! STEAK SAPI PANGGANG. Tak sesekali Shania mengejekku”Ciee.. yang mau taken sama cowok, ciee hihihi” ucap Shania. Aku hanya diam dan tersipu malu. “Hahahaha, senyum – senyum sendiri nih ye?” ucap Shania terkekeh melihat tingkah lakuku yang aneh. “Enggak kok, apaan sih kamu!” ucapku seraya mencubit pipi chubby Shania. “Aw! Sakit tau Ra.” Ucap Shania sambil meringis kepadaku. Aku tertawa melihat kelakuannya. Sangking asyiknya mengobrol tak di sangka kami lupa bahwa dari tadi belum memanggang daging sapinya (?)
Astaghfirullah! Shania!” pekikku. “Weitss, kenapa sih?” ucap Shania. “Aduh, kita lupa belum manggang daging sapinya! Walahh” ucapku. “Astaga! Iya! Walah aku kok ya lupa to? Ya sudah ayo bururan kita panggang keburu malam ntar kita kelaperan lho hahahaha” ucap Shania terbahak – bahak.
Setelah makan bersama kami segera mengabil air wudhu dan sholat isya’. Setelah itu segera kami merebahkan tubuh di kasur. “Hahh! Capek banget ya Ra!”ucap Shania mengeluh padaku. “Hahaha, iya Nia. Udahlah cepet tidur sana! Besok kan kita ke kampus!” suruhku. Shania mengangguk dan segera memejamkan matanya yang sipit itu. Aku termenung mengapa semenjak kejadian itu aku selalu terfikirkan olehnya? Sesosok cowok yang baru aku kenal. “Ramadhan..” ucapku lirih, aku tak ingin membuat Shania terbangun. “Apa mungkin aku jatuh cinta pada Ramadhan?” ucapku. “Ya Allah.. jika Ramadhan adalah yang terbaik bagiku dekatkan dia padaku, jika tidak jauhkan dia dariku.” Do’aku dalam hati.
Pagi ini aku dan Shania berangkat agak kesiangan. “Eh, ayo Nia cepetan kek jalannya.” Ucapku. “Iyaa Zahra sayang..” ucap Shania sambil tersenyum.
Sesampai di kampus mataku tertuju oleh Ramadhan. Subhanallah dia begitu tampan sekali hari ini. Ramadhan yang melihatku dan Shania segera menghampiri kami dan tersenyum. “Assalamu’alaikum... pagi para bidadari” ucap Ramadhan. “Walaikumsalam, pagi Dhan.” Ucapku dan Shania membalas salam dari Ramadhan.
Ehm.. yang di bilang bidadari itu aku apa Zahra nih? Pastinya Zahra kan?” ucap Shania terkekeh. Ramadhan hanya tersenyum. “Husshh, kamu itu kebiasaan banget.” Ucapku pada Shania. “Ndak apa – apa kok Ra, hehehe” ucap Ramadhan tersenyum manis padaku. “Iyaa hehe maaf kebiasaan.” Ucapku. Kami segera bergegas memasuki kelas masing-masing.
Jam istirahat dimulai, mahasiswa – mahasiswi berhamburan. Aku segera keluar kelas dan duduk di depan kelasku. “Sendirian aja?” ucap Ramadhan. Aku hanya tersenyum dan mengangguk. “Shania kemana? Kok nggak nemenin kamu?” tanyanya.
Dia lagi ngerjain tugas sama teman – temannya.” Ucapku singkat. “Aku mau ngomong sesuatu sama kamu boleh kan?” ucap Ramadhan. “Boleh aja lah Dhan haha ada – ada aja deh.” Ucapku terkekeh. “Bismillah.. aku suka sama kamu Zahra” ucap Ramadhan padaku. Deg.. jantungku berdetak dengan cepat dan aku terdiam memandang wajah Ramadhan. “Kamu nolak aku ya? Maaf banget aku udah lancang ke kamu, aku cuman pengen kamu ngerti apa yang aku rasain. Maaf ya?” ucap Ramadhan berjongkok di hadapanku. “Iya Ramadhan, aku juga suka sama kamu. Kamu adalah lelaki pertama yang berhasil buat aku seperti ini.” Ucapku tersenyum pada Ramadhan. “benarkah itu Zahra? Apa kamu selama ini belum pernah jatuh cinta pada seseorang?" tanya Ramadhan. "Iya dan akhirnya aku belajar mencintai itu dari kamu.” Ucapku tersenyum. “Subhanallah aku nggak mengira semua ini terjadi. Jadi kita resmi kan? Hehehe” ucap Ramadhan.
Aku tersenyum dan mengangguk pertanda aku dan Ramadhan resmi menjadi sepasang kekasih “Ramadhan, aku harap kamu nggak akan pernah nyakitin perasaan aku.” Ucapku lembut. “Zahra, aku berjanji akan menghargaimu sebagai kekasihku yang kelak akan menjadi pendamping hidupku.” Ucap Ramadhan seraya mencium tanganku. “Maaf bukan muhkrim.” Ucapku. Aku dan Ramadhan terkekeh, Alhamdulillah Ya Allah engkau telah mengabulkan do’aku selama ini.

Karya : Cantika Ulya Luthfiatur Rohmah